Sabtu, 04 Januari 2014
Istighfar dan Doa untuk Mendapatkan Keturunan

Harits An-Nadhri berkata kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa): Aku termasuk Ahlul bait, mereka akan merugi karena aku tidak punya keturunan. Kemudian beliau berkata: “Bedoalah dalam keadaan sujud:

ربّ هب لي من لدنك وليّاً ربّ لا تذرني فردًا وأنت خير الوارثين

Rabbi hablî mildunka waliyyâ. Rabbi lâ tadzurnî fardâ wa Anta khayrul wâritsîn. 

Ya Rabbi, karuniakan padaku kekasih dan penolong dari sisi-Mu. Ya Rabbi, jangan biarkan aku sendirian tanpa keturunan, sedangkan Engkau sebaik-baik pemberi warisan.”

Lalu aku melakukannya sehingga aku punya anak Ali dan Husein. (Al-Wasail 5: 106)

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Harits bin Mughirah berkata kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa): Aku termasuk Ahlul bait, aku akan rugi karena aku tak punya anak. Maka beliau berkata: “Berdoalah kepada Allah swt dalam keadaan sujud:

ربّ هب لي من لدنك ذريّة طيّبةإنّك سميع الدعاء ربّ لاتذرني فرداً وانت خير الوارثين

Rabbi hablî mildunka dzurriyatan thayyibah, innaka samî’ud du’â’. Rabbi lâ tadzurnî fardâ wa Anta khayrul wâritsîn.

Ya Rabbi, karuniakan padaku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Maha Mendengar doa. Ya Rabbi, jangan biarkan aku sendirian tanpa keturunan, sedangkan Engkau sebaik-baik pemberi warisan.

Dan hendaknya doa ini dibaca dalam rakaat terakhir shalat Isya’. Kemudian lakukan hubungan dengan isterimu pada malam itu.” Harits bin Mughirah berkata: aku melakukannya sehingga dikaruniai anak Ali dan Hisein. (Mustadrak Al-Wasail 2: 616)

Imam Ali Zainal Abidin (sa) berkata kepada sebagian sahabatnya:

“Bagi yang mengharapkan keturunan, maka hendaknya membaca doa berikut (70 kali):

ربّ لاتذرني فرداً وأنت خير الوارثين، واجعل لي من لدنك وليّاً يرثني في حياتي ويستغفر لي بعد موتي، واجعله خلفا سويّا، ولا تجعل للشيطان فيه نصيباً، اللهمّ إنّي أستغفرك وأتوب إليك إنّك أنت الغفور الرّحيم

Rabbi lâ tadzurnî fardâ wa Anta khayrul wâritsîn. Waj’allî milladunka waliyyâ yaritsunî fî hayâtî wa yastaghfirulî ba’da mawtî, waj’alhu khalfan sawiyyâ, wa lâ taj’al lisy syaithâni fîhi nashîbâ. Allâhumma inn astaghfiruka wa atûbu ilayka, innaka Antal ghafûrur rahîm.

Ya Rabbi, jangan biarkan aku sendirian tanpa keturunan, sedangkan Engkau sebaik-baik pemberi warisan. Ya Allah, jadikan bagiku kekasih dan penolong yang menjadi pewarisku dalam hidupku, dan memohonkan ampunan untukku sesudah kematianku. Jadikan ia penerusku yang mulia, jangan jadikan setan ambil bagian di dalamnya. Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

Barangsiapa yang sering membaca doa ini, Allah akan mengkaruniakan padanya apa yang diinginkan: harta, anak, kebaikan dunia dan akhirat. Karena Allah swt berfirman:

‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, menjadikan untukmu kebun-kebun dan menjadikan untukmu sungai-sungai’.” (Nuh: 10-12). (Al-Wasail 15: 106)

Salah seorang berkata kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa): Aku tidak punya keturunan. Lalu beliau berkata: “Beristighfarlah (100 kali) waktu dini hari, jika kamu lupa hendak mengqadha’nya (menggantinya di waktu berikutnya).” (Al-Wasail 15: 108).

Al-Abrasy Al-Kulaini mengadu kepada Imam Muhammad Al-Baqir (sa) bahwa ia tidak punya keturunan. Lalu beliau berkata: “Beristighfarlah kepada Allah setiap hari dan setiap malam seratus kali, karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, memperbanyak harta dan anak-anakmu, menjadikan untukmu kebun-kebun dan menjadikan untukmu sungai-sungai’.” (Nuh: 10-12). (Al-Wasail 15: 107)
no image

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli `ala Muhammadin wa âli Muhammad

Bismillâhin Nûr, bismillâhi Nûrin nûr, bismillâhi Nûrun ‘alâ nûr, bismillâhil ladzî Huwa Mudabbirul umûr, bismillâhil ladzî khalaqan nûra minan nûr. Alhamdulillâhil ladzî khalaqan nûra minan nûr, wa anzalan nûra ‘alath thûr, fî kitâbin masthûr, fî riqqin mansyûr, bi-qadarin maqdûr, ‘alâ nabiyyin mahbûr. Alhamdulillâhil ladzî Huwa bil-’izzi madzkûr, wa bil-fakhri masyhûr, wa ‘alas sarrâ-i wadh dharrâi masykûr, wa shallallâhu ‘alâ sayyidinâ Muhammadin wa âlihith thâhirîn.

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد

بِسْمِ اللّهِ النُّورِ بِسْمِ اللّهِ نُورِ النُّورِ بِسْمِ اللّهِ نُورٌ عَلى نُورٍ بِسْمِ اللّهِ الَّذى هُوَ مُدَبِّرُ الاُْمُورِ بِسْمِ اللّهِ الَّذى خَلَقَ النُّورَ مِنَْالنُّورِ اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذى خَلَقَ النُّورَ مِنَ النُّورِ وَاَنْزَلَ النُّورَ عَلىَ الطُّورِ فى كِتابٍ مَسْطُورٍ فى رَقٍّ مَنْشُورٍ بِقَدَرٍ مَقْدُورٍ عَلى نَبِي مَحْبُورٍ اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذى هُوَ بِالْعِزِّ مَذْكُورٌ وَبِالْفَخْرِ مَشْهُورٌ وَعَلَى السَّرّاَّءِ وَالضَّرّاَّءِ مَشْكُورٌ وَصَلَّى اللّهُ عَلى سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ الطّاهِرينَ.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad

Dengan nama Allah Cahaya, dengan nama Allah Cahaya dari segala cahaya,
dengan nama Allah Cahaya di atas cahaya,
dengan nama Allah Yang Mengatur segala urusan,
dengan nama Allah Yang Menciptakan cahaya dari cahaya.
Segala puji bagi Allah Yang Menciptakan cahaya dari cahaya,
Yang Menurunkan cahaya ke bukit dalam kitab yang ditulis,
dengan ukuran yang tertentu, kepada Nabi yang terpilih.
Segala puji bagi Allah yang dikenal kebesaran-Nya,
yang masyhur keagungan-Nya, yang disyukuri dalam suka dan duka.
Semoga Allah menyampaikan shalawat kepada junjungan kita Muhammad dan keluarganya yang suci. 
(Kitab Mafatihul Jinan, kunci-kunci surga)

Catatan
Dalam kitab Muhaj ad-Da ‘awat Sayid Ibnu Thawus ra menukil sebuah hadis dari Salman Farisi. Di akhir-akhir hadis disebutkan bahwa ia berkata, “Sayidah Fathimah Zahra’ as telah mengajarkan sebuah doa kepadaku yang beliau dapatkan dari Rasulullah saw dan selalu dibacanya di setiap pagi dan malam. Beliau berpesan, “Jika engkau ingin tidak pemah terserang demam, bacalah doa tersebut secara terus menerus.

Salman berkata, “Setelah mendapatkan doa tersebut dari Sayidah Fathimah as, demi Allah, aku mengajarkannya kepada seribu orang lebih penduduk Makkah dan Madinah yang terserang demam. Setelah itu, mereka sembuh dengan izin Allah swt.”

Wassalam
Kelahiran Sayyidah Fatimah as


{ 1 } {Inna a’athainaakalkawtsar} “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.” Dalam tafsir Majma’ Al-Bayan di katakan bahwa salah satu makna dari Kautsar adalah sayyidah Fatimah as dan anak-anak beliau. Marilah kita bersama-sama membaca kisah kelahiran yang menakjubkan dari wanita itu, wanita dua alam:

Kelahiran Sayyidah Fatimah as

Pada hari kedua puluh Jumadi Tsani, dimana Rasulullah SAW telah melewati masa lima tahun dari di utusnya beliau menjadi Rasul, seorang bayi perempuan telah membuka matanya ke dunia ini yang mana rumah Rasul SAW telah dipenuhi oleh cahaya lebih dari sebelumnya dan juga memberikan kesan yang dipenuhi dengan kecemerlangan dan kesegaran serta kegembiraan khusus.

Rasulullah SAW kelihatan sangat gembira dan betapa bahagia dengan lahirnya bayi ini dan beliau sangat menikmatinya seraya berkata: “Putri ini adalah ruh dan jiwa saya, dan saya menghirup bau surga dari wujudnya.”

Suatu hari Mufadhdhal bertanya kepada Imam Shadiq : Wahai putra Rasulullah SAW! Bagaimana kelahiran ibumu Fatimah dahulu? Imam Shadiq  berkata: Baiklah, di karenakan Rasulullah SAW menikah dengan Khadijah maka wanita-wanita Mekkah meninggalkan Khadijah dan membiarkannya sendiri, mereka tidak mengunjunginya, dan mereka tidak memberikan salam kepadanya dan tidak seorang wanitapun yang membolehkan menemuinya dan menanyakan keadaannya; dalam kondisi krisis ini, Khadijah merasa sangat kesepian dan kemalangan senantiasa membayangi keberadaan dirinya dan membuatnya tidak tenang. Sampai Fatimah  telah di kandungnya. Setelah itu Fatimah  menjadi teman berbicara dari perut ibunya, Fatimah pun memberikan curahan hati kepada Khadijah. Rahasia ini di sembunyikan oleh Khadijah dan bahkan dia tidak mengatakannya kepada Rasulullah SAW. Suatu hari Rasulullah SAW memasuki rumah dan mendengar percakapan  antara ibu dan anak ini. Beliau bertanya: Wahai Khadijah! Kamu sedang berbicara dengan siapa? Khadijah menyebutkan: Janin ini, dia berbicara dengan saya dan telah menjadi teman dalam kesepianku. Rasulullah SAW berkata: Wahai Khadijah! Ini adalah Malaikat Jibril yang memberikan berita kepada saya bahwa anak kamu, adalah perempuan dan darinyalah generasi selamat dan suci akan terlahir di dunia ini dan Tuhan Tabaraka Wata’ala memberikan kelanjutan akan generasi saya melalui perantaraan dia dan para imam maksum akan datang dari keluarga beliau, setelah berakhirnya kenabian dan terputusnya wahyu, maka merekalah yang akan melanjutkan risalah saya.

Imam Shadiq melanjutkan ucapannya seraya menambahkan: Benar, Khadijah masih senantiasa berbicara dan berkawan dengan janin yang ada di dalam rahimnya sampai tiba masa kelahiran anaknya. Beliau menyampaikan pesan kepada wanita-wanita Quraisy bahwa: “Tolonglah saya dalam hal ini.” Mereka tidak menerimanya dan berkata: Dahulu kamu tidak sepakat dengan kami dalam perkawinanmu dengan Muhammad dan hari ini, kami juga sendiri akan menolak untuk menolong dan merawatmu.

Khadijah menjadi tidak senang dan hatinya menjadi perih mendengar ucapan ini. Tetapi Tuhan dikarenakan untuk menghargai akan usaha-usaha  dan jerih payah Hadhrat Khadijah as, Dia mengirimkan empat wanita dari sorga untuk membantu Khadijah yang beriman itu. Mereka telah datang, tetapi setelah Khadijah melihat wanita-wanita yang tidak dikenalinya itu, beliau menjadi heran dan kaget; salah satu dari mereka memperkenalkan wanita-wanita yang bersamanya dengan demikian: Wahai Khadijah! Kami adalah utusan-utusan Tuhan untuk memberikan khidmat kepadamu dan saya adalah Sarah dan ini, adalah Asiyah – yang menjadi kawanmu di sorga – dan yang lainnya itu, adalah Maryam putri ‘Imran, dan juga wanita terakhir adalah ibu dari seluruh manusia dan juga ibu kami yaitu Hawa. Tuhan mengirim kami untuk berkhidmat kepadamu.

Sama seperti wanita-wanita yang lain, satu duduk di sebelah kanannya dan satunya lagi di sebelah kirinya dan yang ketiga berdiri berhadapan dengannya dan yang ke empat berada di belakang kepalanya. Fatimah telah lahir dalam keadaan bersih dan suci  dan karena telah datang ke bumi ini, cahaya memancar darinya dan cahaya ini tidak hanya membuat seluruh rumah-rumah di Mekkah bersinar bahkan tidak sebuah titikpun di timur dan barat tertinggal dari alam ini kecuali di sana terpencar dari cahaya Fatimah. Dalam keadaan ini, sepuluh orang Haurul’ain yang setiap darinya di sertai dengan ember dan pasu air sorga yang di penuhi dari air kautsar, dan telah memasuki rumah Rasulullah SAW dan memandikan Fatimah  dengan air kautsar tersebut dan setelah itu, mereka membawa dua lembar kain putih dan harum dan membalut bayi tersebut dengannya. Fatimah pada detik-detik pertama terlihat kata di bibirnya dan berkata demikian: “Asyhadu an la ilaha illallah wan an abi rasulillah sayyid Al-Anbiyaa wa an bi’ali sayyid al-wasiyaa wa waladi saadatan al-asbaath; Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa, dan ayahku Rasulullah SAW adalah pemimpin para Nabi, dan suamiku adalah penghulu para wasy dan putra-putraku adalah pemimpin dari anak-anak Nabi.”

{ 2 } Tuhan berkata: {Man yattaqillaha yaj’al lahu makhrajan}, {Wa yarzuqhu min haitsu la yahtasibu}  “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar darinya”, “Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.”

Kisah di bawah ini akan menjelaskan lebih banyak mengenai ayat tersebut:

Hidup Dalam Kemiskinan

Seorang lelaki dari beberapa sahabat Nabi SAW yang hidup dalam kemiskinan. Dahulu, dia tidak mempunyai pekerjaan yang layak dan kebanyakan waktu-waktunya terbuang secara percuma, akhirnya dia menjadi pengangguran. Suatu hari sang istri berkata kepadanya: Seandainya kamu pergi ketempat Nabi SAW dan mohonlah bantuan darinya! Lelaki tersebut berangkat ketempat Nabi SAW dengan anjuran sang istri. Sewaktu mata Nabi SAW tertuju kepadanya, beliau berkata: “Man sa alna a’athainaahu wa manistaghnaa aghnaahullah; Barang siapa yang menginginkan bantuan dari kami, kami akan menolongnya akan tetapi apabila dia tidak menampakkan kebutuhan dan hajatnya, dia tidak akan menengadahkan tangannya kepada orang lain, dan Tuhan akan menjadikan dia tidak butuh kepada orang lain.”

Lelaki itu berkata pada dirinya sendiri tentang apa yang di maksud oleh Nabi SAW, dia lalu menebak bahwa maksud Nabi SAW itu adalah dirinya dan tanpa berkata sepatah kata pun, dia kembali ke rumahnya dan mengatakan kepada sang istri tentang peristiwa tersebut. Istrinya berkata: Rasulullah SAW adalah juga manusia dan beliau tidak mengetahui kabar tentang kamu. Beritahukanlah kepada beliau tentang keadaan hidupmu yang malang dan penuh derita!

Lelaki tersebut terpaksa untuk yang kedua kalinya datang menemui Rasulullah SAW tetapi sebelum dia sempat berkata sesuatu, Rasulullah SAW mengulangi kembali perkataan sebelumnya. Dia kembali ke rumah tanpa menampakkan sedikitpun hajatnya di depan Nabi SAW tetapi karena dia melihat dirinya masih juga dalam cengkeraman kefakiran dan pengangguran, lemah dan tidak mampu, maka untuk yang ketiga kalinya dengan niat yang sama dia berangkat ke majelis Rasulullah SAW. Bibir Rasulullah SAW bergerak dengan nada yang sama dan memberikan keyakinan kuat pada hati dan ruh, beliau mengulangi kembali ucapannya. Kali ini memberikan keyakinan lebih kuat pada hatinya; dia merasakan bahwa kunci dari masalahnya terdapat pada kalimat ini. Tatkala dia meninggalkan majelis tersebut, dengan langkah-langkah yang pasti dan meyakinkan dia menelusuri jalan. Dia berpikir dengan dirinya sendiri bahwa dirinya tidak akan pergi lagi mencari dan memohon pertolongan kepada orang lain. Saya akan menyandarkan diri saya kepada Tuhan dan saya akan menggunakan kekuatan dan potensi yang telah tersimpan dalam diriku dan saya juga menginginkan dari-Nya agar diberikan keberhasilan dalam pekerjaan saya dan menjadikan saya tidak butuh kepada orang lain. Dengan niat ini, dia mengambil sebuah kapak pinjaman dan berangkat ke padang pasir. Hari itu dia mengumpulkan sejumlah kayu dan menjualnya dan merasakan kelezatan hasil dari jerih payahnya sendiri. Hari-hari berikutnya dia melanjutkan pekerjaan ini sehingga perlahan-lahan mampu menghasilkan pendapatan dan menyediakan kebutuhan hidupnya. Dia masih juga melanjutkan pekerjaannya sehingga dia telah memiliki modal, unta dan beberapa budak. Dia telah menjadi salah satu dari orang-orang kaya, dikarenakan usaha dan upayanya sepanjang hari. Suatu hari dia menemui Rasulullah SAW dan menceritakankan kepada beliau tentang keadaan dirinya bahwa sebagaimana pada hari itu dia datang menemui Rasulullah SAW dalam keadaan malang dan bagaimana ucapan Rasulullah SAW telah mendesak saya untuk bergerak dan bekerja. Rasulullah SAW berkata: Saya telah mengatakan kepadamu; barang siapa yang menginginkan bantuan dari kami, kami akan menolongnya tetapi apabila dia tidak menampakkan ketidakbutuhannya, maka Tuhan akan menolongnya.


Sayyidah Fatimah as, Model Manusia Sempurna

Kembali kita berada dalam suasana duka memperingati hari syahidnya sayyidah Fatimah Az-Zahra as, putri tercinta Rasulullah saw. Karena itu, sangat tepat rasanya jika di hari ini kita telaah ulang sejarah hidup beliau dan menjadikannya sebagai bahan pelajaran yang bisa kita renungkan dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari kita.

Sudah tiga bulan, Rasulullah saw pergi ke haribaan ilahi. Namun hingga kini, Fatimah masih tenggelam dalam suasana duka cita. Sebegitu cinta dan rindunya sayyidah Fatimah pada ayahanda itu, membuat kesedihannya kian mendalam hingga ia pun terbaring jatuh sakit. Satu-satunya hal yang membuat hati Fatimah terhibur adalah ucapan terakhir Rasulullah yang menjanjikan bahwa Fatimah, putri tercintanya adalah orang yang pertama kali menyusul kepergian beliau.

Amirul mukminin, Ali bin Abi Thalib as dan keempat putra-putrinya kini berdiri di samping sayyidah Fatimah yang sedang terbaring lemas. Suasana penuh duka benar-benar menyelimuti rumah pasangan surgawi itu. Fatimah berkata, "Wahai Ali! Ketahuilah masa hidupku tak lama lagi. Masa untuk mengucapkan selamat tinggal telah tiba. Dengarlah suaraku, karena setelah ini engkau tak akan lagi mendengarnya. Aku mewasiatkan kepadamu jika setelah wafatku nanti, mandikanlah diriku, shalatkan aku, dan kebumikan aku di malam hari. Setelah itu, duduklah di sampingku menghadap ke wajahku. Lalu bacakan Al-Quran dan doa untukku. Aku serahkan dirimu pada Allah. Aku ucapkan salam dan shalawat kepada anak-anakku hingga hari kiamat."

Perpisahan itu membuat hati Ali as begitu sedih. Karena ia tak akan lagi bisa melihat wajah kekasihnya itu. Perempuan suci yang membuat hati Ali bisa melupakan pedihnya dunia saat menatap wajahnya.

Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayyidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayyidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah jender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.

Sebegitu mulianya akhlak Sayidah Fatimah itu, sampai-sampai Rasulullah saw senantiasa memujinya dan menjadikannya sebagai putri yang paling ia sayangi dan cintai. Rasulullah saw bersabda: "Fatimah as adalah belahan jiwaku. Dia adalah malaikat berwajah manusia. Setiap kali aku merindukan aroma surga, aku pun mencium putriku, Fatimah". Suatu ketika, Rasulullah saw kepada putrinya itu berkata, "Wahai Zahra, Allah swt telah memilihmu, menghiasimu dengan pengetahuan yang sempurna dan mengistimewakanmu dari kaum perempuan dunia lainnya".


Masa kanak-kanak Fatimah berlangsung di masa-masa dakwah Islam yang paling sulit. Puncak kesulitan itu terjadi di masa tiga tahun pemboikotan keluarga Bani Hasyim di Syi'b Abu Thalib yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy Mekkah. Tragisnya lagi di masa yang demikian sulit itu, Fatimah mesti kehilangan ibunda tercintanya, Sayyidah Khadijah as. Kepergian sang ibunda, membuat tanggung jawab Sayyidah Fatimah untuk merawat ayahandanya, Rasulullah saw kian bertambah. Di masa-masa yang penuh dengan cobaan dan tantangan itu, Sayyidah Fatimah menyaksikan secara langsung pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan ayahandanya demi tegaknya agama ilahi.

Begitu juga dengan masa-masa awal pernikahannya dengan Imam Ali as saat berada di Madinah. Di masa itu, sayyidah Fatimah juga melewati masa-masa sulit peperangan dengan kaum musyrikin. Ia pun selalu menjadi tumpuan hati Imam Ali di masa-masa yang sangat kritis saat itu. Saat suaminya pergi ke medan laga, ia menangani seluruh urusan rumah tangganya, merawat dan mendidik putra-putrinya sebaik mungkin. Dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, ia senantiasa berusaha menjadi pendamping yang selalu tulus mendukung perjuangan Rasulullah, dan suaminya, Imam Ali as dalam menegakkan ajaran Islam.

Sayyidah Fatimah as merupakan gambaran sosok manusia yang agung dan sempurna. Seorang manusia yang memahami dunia di sekitarya begitu mendalam dengan pemikirannya yang sangat kuat. Ia memiliki pandangan yang sangat kritis terhadap kondisi masyarakatnya, namun penuh dengan kasih sayang.

Pasca wafatnya Rasulullah saw, umat Islam berada dalam situasi perselisihan yang amat krusial dan terancam pecah serta terjerumus dalam kesesatan. Namun dengan pemikiran yang jernih, Sayyidah Fatimah membaca kondisi umat Islam saat itu dengan penuh bijaksana, namun ia pun tak segan-segan untuk mengungkapkan titik lemah dan kelebihan umat Islam di masa itu. Dia sangat mengkhawatirkan masa depan umat dan memperingatkan masyarakat agar waspada terhadap faktor-faktor yang bisa menyesatkan umat. Dalam khotbah bersejarahnya, pasca kepergian Rasulullah saw, Sayyidah Fatimah as menegaskan bahwa jalan yang bisa menyelamatkan manusia adalah berpegang diri pada agama ilahi dan menaati perintah-perintahnya.

Di mata Sayyidah Zahra as, keberadaan Al-Quran di tengah umat, layaknya lentera yang menerangi jalan manusia menuju hakikat kebenaran. Dia menuturkan, "Al-Quran adalah pembimbing baik yang diturunkan Allah swt untuk kalian. Al-Quran adalah perjanjian yang dianugrahkan Allah kepada kalian". Bagi sayyidah Fatimah as, Al-Quran adalah surat perjanjian antara Allah dan umat manusia. Jika mereka menjalankan perintah-perintah-Nya, niscaya mereka akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun jika hal itu tidak dijalankan, maka mereka pun akan mendapatkan kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Sayyidah Zahra as bahkan menilai bahwa sekedar mendengar ayat-ayat suci Al-Quran pun bisa menyelamatkan manusia. sebab, kata-kata Al-Quran yang demikian indah itu akan membuat manusia tergerak hatinya untuk merenungkan maknanya. Dengan kata lain, perenungan itulah yang membuat manusia melangkah ke jalan keselamatan. Sayyidah Fatimah as menuturkan, "Menyimak Al-Quran akan mengantarkan manusia ke tepi keselamatan".

Sayyidah Zahra as menilai bahwa dirinya akan merasa senang jika ia melangkah untuk berkhidmat kepada Allah swt. Beliau menuturkan, "Kelezatan yang aku peroleh dari berkhidmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah swt".

Dalam salah satu kata-kata bijaknya yang lain, Sayyidah Fatimah as berkata, "Ada tiga perkara yang paling aku cintai dari dunia kalian. Berinfak di jalan Allah, melihat wajah Rasulullah saw, dan membaca kitab suci Al-Quran".

Jumat, 03 Januari 2014
no image

Imam Ali as berkata:

الصَّلاةُ حِصنٌ مِن سَطَوَاتِ الشَّیطَان.

“Shalat adalah benteng dari serangan setan.” Ghurar Al-Hikam, hadis 3343.

Setan selalu bersiaga setiap saat untuk menyerang hamba-hamba Allah. Saat engkau mengerjakan shalat dan menghadap Allah, seakan engkau sedang berada di dalam benteng yang mana tangan musuh takkan bisa mencelakaimu. Saat itulah setan memerintah pasukannya untuk mundur.
Nasihat Imam Husein as: Dunia Fana dan Akhirat Abadi


Dunia Fana dan Akhirat Abadi
 
Imam Husein as berkata:
 
"Ketahuilah bahwa keburukan dan keindahan dunia itu seperti mimpi yang akan cepat hilang dan kesadaran baru muncul pada Hari Kiamat. Siapa yang beruntung di akhirat akan kekal dan siapa yang mendapat azab ilahi di Hari Kiamat, maka akan terus diazab selamanya." 
(Pezhohesh Kade Baqer al-Ulum, Farhang-e Jame Sokhanan-e Emam Hossein as, Tarjomeh Ali Moayyedi, Qom, Entesharat-e Marouf, 1378, cet 2, 908)
 
Siapa saja meyakini bahwa usia manusia bertambah dengan cepat di dunia dan semuanya akan berakhir dengan kematian. Pasca kematian manusia baru memulai kehidupan barunya di akhirat. Dalam al-Quran dalam banyak ayat telah disinggung mengenai hakikat ini, "Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung"." (QS. al-Mu'minun: 112-113)
 
Imam Husein as dalam ucapannya menyebut dunia seperti mimpi yang cepat hilang dan binasa. Dengan cara pandang ini, bila kita bisa lebih sabar dalam menghadapi segala kesulitan di dunia ini dan tidak keluar dari kebenaran dan pusaran hakikat, maka kita kita akan beruntung dan berada di surga untuk selama-lamanya.
 
Sebaliknya, mereka yang tertipu oleh tampak lahiriah dunia yang indah dan tenggelam dalam segala kelezatannya yang fana, maka di akhirat nanti yang akan didapatkannya hanya siksa Allah yang pedih dan kekal di dalam neraka.
 
Sumber : IRIB Indonesia / Saleh Lapadi
Kamis, 02 Januari 2014
Doa  Mengatasi  Berbagai Kesulitan


قال المحدّث النوري في «دار السلام»: حدّثني العالم العامل المولى فتحعلي ‏السلطان آبادي كان المولى الفاضل المقدّس التقيّ المولى محمّد صادق العراقي في غاية من الضيق والعسرة، وجهد البلاء، وتتابع اللاواء والضرّاء، ومضى عليه‏كذلك زمان فلم يجد من كربه فرجاً، ولا من ضيقه مخرجاً إلى أن رأى ليلة في ‏المنام كأنّه في واد يترءا فيه خيمة عظيمة عليها قبّة، فسئل عن صاحبها؟
   فقيل: فيه الكهف الحصين، وغياث المضطرّ المستكين الحجّة القائم المهديّ‏ والإمام المنتظر المرضيّ عجّل اللَّه تعالى فرجه وسهّل مخرجه، فأسرع الذهاب إليها، ووجدكشف ضرّه فيها، فلمّا وافى إليه صلوات اللَّه عليه، شكى عنده سوء حاله، وضيق زمانه‏ وعسر عياله، وسئل عنه دعاء يفرج به همّه ويدفع به غمّه.
   فأحاله‏ عليه السلام إلى سيّد من ولده، أشار إليه وإلى خيمته، فخرج من حضرته ودخل ‏في تلك الخيمة، فرأى السيّد السند والحبر المعتمد العالم الأمجد المؤيّد جناب‏ السيّد محمّد السلطان آبادي - والد سيّدنا الآتي ذكره - قاعداً على سجّادته، مشغولاً بدعائه وقرائته.
   فذكر له بعد السلام ما أحال عليه حجّة الملك العلّام، فعلّمه دعاء يستكفي به ‏ضيقه، ويستجلب به رزقه، فأنتبه من نومه، والدعاء محفوظ في خاطره، فقصد بيت جناب السيّد الأيّد المذكور، وكان قبل تلك الرؤيا نافراً عنه لوجه لايذكر.
   فلمّا أتى إليه ودخل عليه، رآه كما في النوم على مصلّاه، ذاكراً ربّه، مستغفراً ذنبه، فلمّا سلّم عليه أجابه وتبسّم في وجهه كأنّه عرف القضيّة، ووقف على ‏الأسرار المخفيّة، فسئل عنه ما سئل عنه في الرؤيا، فعلمه من حينه عين ذاك ‏الدعاء، فدعا به في قليل من الزمان، فصبت عليه الدنيا من كلّ ناحية ومكان، وكان ‏شيخنا دام ظلّه يثنى على السيّد السند ثناءاً بليغاً، وقد أدركه في أواخر عمره، وتلمّذ عليه شطراً من الزمان، وأمّا ما علّمه السيّد قدس سره في اليقظة والمنام فثلاثة أوراد:
   الأوّل: أن يذكر عقيب الفجر سبعين مرّة «يا فَتَّاحُ»، واضعاً يده على صدره، قلت: قال الكفعمي‏ رحمه الله في مصباحه: من ذكره كذلك أذهب اللَّه تعالى عن قلبه ‏الحجاب.
الثاني: ما رواه الكليني عن عليّ بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن ‏إسماعيل بن عبدالخالق، قال: أبطأ رجل من أصحاب النبيّ‏ صلى الله عليه وآله وسلم عنه، ثمّ أتاه فقال ‏له رسول اللَّه ‏صلى الله عليه وآله وسلم:
ما أبطأ بك عنّا؟ فقال: السقم والفقر.
فقال: أفلا اُعلّمك دعاء يذهب اللَّه عنك بالفقر والسقم؟
قال: بلي يا رسول اللَّه. فقال: قل:
لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلّا بِاللَّهِ [الْعَلِيِّ الْعَظيمِ]، تَوَكَّلْتُ عَلَى الْحَيّ‏ الَّذي لايَمُوتُ، وَالْحَمْدُ للَّهِِ الَّذي لَمْ يَتَّخِذْ [صاحِبَةً وَلا] وَلَداً، و َلَمْ يَكُنْ لَهُ شَريكٌ فِي الْمُلْكِ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ، وَكَبِّرْهُ تَكْبيراً.
قال: فما لبث أن عاد إلى النبيّ‏صلى الله عليه وآله وسلم فقال: يا رسول اللَّه، قد أذهب اللَّه عنّي‏السقم والفقر.
   الثالث: ما رواه ابن فهد في عدّة الداعي عن النبيّ‏صلى الله عليه وآله وسلم:
من قال دبر صلاة الغداة هذا الكلام كلّ يوم، لم يلتمس من اللَّه تعالى حاجة إلّاتيّسرت له، وكفاه اللَّه ما أهمّه:
   بِسْمِ ‏اللَّهِ وَصَلَّى اللَّهُ عَلى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ، وَاُفَوِّضُ أَمْري إِلَى‏ اللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ بَصيرٌ بِالْعِبادِ، فَوَقيهُ اللَّهُ سَيِّئاتِ ما مَكَرُوا، لا إِلهَ إِلّا أَنْتَ، سُبْحانَكَ إِنّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمينَ، فَاسْتَجَبْنا لَهُ وَنَجَّيْناهُ مِنَ الْغَمّ ‏وَكَذلِكَ نُنْجِى الْمُؤْمِنينَ، وَحَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكيلُ، فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ، وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ، ما شاءَ اللَّهُ لا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلّا بِاللَّهِ، ما شاءَ اللَّهُ لا ما شاءَ النَّاسُ، ما شاءَ اللَّهُ وَإِنْ كَرِهَ النَّاسُ.
   حَسبِيَ الرَّبُّ مِنَ الْمَرْبُوبينَ، حَسْبِيَ الْخالِقُ مِنَ الْمَخْلُوقينَ، حَسْبِيَ الرَّازِقُ مِنَ الْمَرْزُوقينَ، حَسْبِيَ اللَّهُ رَبُّ الْعالَمينَ، حَسْبي مَنْ هُوَ حَسْبي، حَسْبي مَنْ لَمْ يَزَلْ حَسْبي، حَسْبي مَنْ‏كانَ مُذْ كُنْتُ [لَمْ يَزَلْ] حَسْبي، حَسْبِيَ اللَّهُ لا إِلهَ إِلّا هُوَ، عَلَيْهِ‏ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظيمِ.
وهذه الأوراد ممّا ينبغي المواظبة عليها، فقد صدّقتها الدراية والرواية والخبر.

Muhadist Nuri ra. dalam kitab  Dar As-Salam  menuturkan : Telah bercerita kepadaku ‘Alim Mulla Fatah ’Ali Sultan Abadi ra. tentang sosok mulia, suci dan taqwa Mulla Muhammad Shadiq Iraqi ra.
yang ketika itu tengah berada dalam kefakiran, kesempitan, kesulitan dan bencana, dia tertimpa kesulitan dari berbagai arah. Hari-harinya dilewati tanpa hasil dalam usahanya dan kesulitan tetap melilitnya. Sampai suatu malam dia bermimpi berada di padang pasir, dia melihat sebuah kemah yang memiliki kubah yang menjulang. Syeikh bertanya: “Kemah ini milik siapa?” Seseorang berkata padanya: “Kemah ini tempat berlindung orang-orang yang mengalami kesusahan dan kesulitan, tempat Hujah Qaim Mahdi Imam Muntazhar af.” Lalu Syekh bergegas mendatangi kemah tersebut, karena di sana segala kesulitannya akan teratasi. Ketika sampai di hadapan Imam Zaman as, beliau mengadukan semua kesulitan dan tekanan hidup yang dihadapinya. Ia meminta do’a dari Imam as. supaya semua kesedihannya dihilangkan dan semua kesulitannya lenyap.Imam as. menyuruhnya pergi ke kemah dan menemui salah seorang Sayyid dari putranya, Syekh pun undur diri dari Imam as. dan pergi ke kemah tersebut. Di dalam kemah ia melihat seorang sayyid alim besar, baik hati, terpercaya, memiliki kedudukan yang tinggi dan dipercaya oleh semua orang, Sayyid Muhammad Sultan Abadi yang tengah sujud dan berdo’a. Setelah beliau membaca salam, apa yang diperintahkan oleh Imam as. pun disampaikan kepadanya, Sayyid mengajarkan do’a yang akan bisa menghilangkan kesulitan dan menambah rezeki.Syekh pun terbangun dari tidur, sementara mulutnya dalam keadaan membaca do’a tersebut. Kemudian dia pun pergi ke rumah Sayyid Muhammad Sultan Abadi.  Ketika sampai dan masuk di dalam rumah Sayyid, ia melihatnya dalam keadaan shalat di atas sajadahnya – persis seperti apa yang ada dalam mimpinya – beliau tengah memuji Tuhan dan meminta ampunan dari-Nya. Syeikh pun memberi salam dan Sayyid pun menjawab salamnya dengan nada seolah-olah beliau tahu apa yang terjadi. Syekh bertanya seperti apa yang ada dalam mimpinya dan Sayyid pun mengajari do’a seperti dalam mimpi.Syekh untuk beberapa waktu selalu membaca do’a tersebut, dan duniapun mendatanginya dari berbagai arah. Dengan penuh hormat selalu memuji-muji gurunya  dan di akhir hidupnya dia pun menjadi murid Sayyid Muhammad Sultan Abudi.  Apa yang diajarkan oleh Sayyid dalam mimpi dan terjaga, adalah tiga dzikir antara lain:

1. Selepas usai shalat subuh dalam keadaan tangan diletakkan di atas dada, sebanyak tujuh puluh kali membaca  ya fattah. Kaf’ami ra. dalam kitab“Al-Misbah“ berkata: “Barang siapa yang selalu membaca do’a ini, maka Tuhan akan menghilang hijab dari hatinya.”

2. Kulaini ra. dalam kitab “Al-Kafi“ menyampaikan sebuah riwayat berikut: Salah seorang sahabat Rasul saw setelah beberapa hari, dia tidak bisa menemuinya. Setelah kesekian harinya, dia berhasil menemui Rasulullah saw. Lalu beliau berkata kepadanya: “Apa yang menghalangimu sehingga dalam beberapa hari ini tidak menemuiku?”  Dia menjawab: “Sakit dan kefakiran.”
Beliau bersabda: “Bersediakah aku ajarkan satu do’a hingga dengan do’a tersebut Tuhan menjauhkanmu dari sakit dan kefakiran?” Dia menjawab: “Tentu, wahai utusan Allah.”
Rasulullah saw. berkata: “Bacalah doa ini.”
Tiada kekuasaan dan kekuatan kecuali dari Allah (yang maha tinggi lagi maha agung), aku bertawakal kepada yang maha hidup, yang tidak pernah mati, segala puji bagi Allah yang tidak memiliki putra, tidak ada satupun sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan ini, tidak ada penolong bagi-Nya dari kelemahan dan  Dia-lah yang maha besar “.

Perawi menuturkan bahwa setelah tidak berapa lama sahabat tersebut kembali menemui Rasulullah saw, seraya berkata: ”Wahai Rasulullah, Allah telah menghilangkan dariku semua penyakit dan kefakiran.”

3. Ibnu Fahd Hilli ra. dalam kitab ‘Uddah ad-Dai’ meriwayatkan dari Rasulullah saw, beliau bersabda:
Barang siapa yang membaca doa ini setiap hari setelah shalat subuh, maka seluruh permohonannya akan dikabulkan Allah Swt. Doa tersebut sebagai berikut:        
Dengan asma Allah, salam sejahtera bagi Muhammad dan keluarganya, aku serahkan segala urusanku kepada Allah, sesungguhnya Allah maha melihat hamba-hamba-Nya, maka Allah akan menjaga dari segala keburukan yang dibencinya, tiada Tuhan kecuali Engkau, maha suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat zalim. Maka Kami mengabulkan permintaannya dan menyelamatkannya dari kesedihan, begitu pula Kami akan menyelamatkan kaum mukminin, cukuplah Allah  sebaik-baiknya  wakil,  mereka  pun  berubah  dengan  nikmat   dan   karunia dari Allah, Dia tidak memberikan keburukan kepada mereka, semua kehendak Allah itulah yang terjadi, tiada kekuasaan dan kekuatan kecuali milik Allah, semua kehendak Allah itulah yang terjadi, bukanlah kehendak manusia, semua kehendak Allah itulah yang terjadi, walaupun tidak disukai manusia.
Cukup bagiku maha pendidik dari segala pendidik, cukup bagiku pencipta dari segala yang dicipta, cukup bagiku pemberi rezeki dari segala yang diberi rezeki, cukup bagiku Allah, Tuhan semesta alam, cukup bagiku yang mencukupi kebutuhanku, cukup bagiku yang selamanya mencukupiku, cukup bagiku yang sebelumku ada, cukup bagiku Allah tiada Tuhan kecuali Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan arasy yang agung.
Dianjurkan untuk selalu membaca wirid ini. Karena kandungan, sanad dan riwayat dari dzikir dan do’a-do’a tersebut sudah teruji kebenarannya[1]

[1] Dar al-Islam jilid 2 hal.266